Pages

Jumat, 22 Maret 2013

PENELITIAN PERUBAHAN SOSIAL di YOGYAKARTA
THE NEXT CHAPTER II
(30 Tahun setelah Selo Soemardjan)
Tema: Kekuasaan
Lokus: Praktik kuasa di dalam pengelolaan keamanan lapis bawah
Oleh  : Jajat Darojat, Arman Marwing, Purnama Ayu

A.    Latar Belakang
Yogyakarta adalah prototipe masyarakat multikultur di Indonesia. Pelbagai suku bangsa dan agama dapat ditemukan di kota ini. Status sebagai kota pelajar yang ditandai dengan  melimpahnya pilihan jenjang sekolah tinggi seperti universitas, sekolah tinggi , institut, serta akademi seakan menjadi daya tarik bagi banyak kalangan untuk mengenyam pendidikan di sini. Konsekuensi yang tidak terelakkan dari kenyataan tersebut adalah pertambahan penduduk yang pesat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik Indonesia, tahun 1990, 1995, 2000, dan 2005 jumlah penduduk di Yogyakarta berturut-turut mencapai angka 2.913.054, 2.916.779, 3.121.045, dan 3.343.651. Saat memasuki tahun ajaran baru atau penerimaan mahasiswa baru pun, Yogyakarta menerima ratusan ribu calon mahasiswa baru. Di antara mereka,  ada yang berasal dari dalam provinsi, akan tetapi banyak pula yang datang dari luar daerah. Hal ini ternyata memberikan implikasi yang cukup positif terkait

Multikulturalisme Dalam Agama-agama
Oleh Jajat Darojat

Manusia dan realias merupakan kedua hal yang tidak mungkin dipisahkan. Karena sebagai mahluk yang mampunyai akal, manusia mempunyai alasan untuk berfikir mengenai hakikat keberadaan dan dunianya secara universal. Sejarah peradaban manusia telah menunjukan bahwa manusia memiliki pengaruh terhadap dunia dan dirinya. Oleh karena itu, peradaban manusia selalu berkembang seiring berjalannya waktu.
Berfikir mengenai keadaan dunia dan dirinya lah yang memunculkan sebuah keyakinan akan adanya suatu penciptaan, atau yang kita sebut sebagai agama. Realitasnya, agama selalu dipandang sebagai

REVIEW BOOK
KAJIAN QIYAS IMAM SYAFI’I
(Buku Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam
Oleh ; H. Sulaeman Abdullah)
 Oleh Jajat Darojat

BAB I
PENDAHULUAN
            Buku yang berjudul “Dinamika Qiyas Dalam Pembaharuan Hukum Islam (Kajian Qiyas Imam Syafi’I) yang ditulis oleh Sulaeman Abdullah ini merupakan disertasi beliau dalam menyelesaikan gelar Doktornya di IAIN Syarif Hidayatullah (sekarang UIN Jakarta). Awalnya, disertasi yang ditulis bukanlah judul serupa di atas, akan tetapi disertasi tersebut berjudul “Konsep Qiyas Imam Syafi’I dalam Perspektif Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia”.

PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN
Oleh; Jajat Darojat

BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan pentunjuk manusia, atau mungkin lebih tepatnya pedoman hidup bagi manusia yang diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara wahyu. Meskispun kandungan ayat al-Qur’an masih banyak yang tersirat namun justru disinilah letak makna perintah mengenai pendidikan, oleh karena itu masih harus terus digali maksud dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an. Seperti dalam hal turunnya ayat-ayat al-Qur’an yang berangsur-angsur, ini menunjukan proses tahap demi tahap dalam memahami maksud dari kandungan ayat yang diturunkan.
Pendidikan merupakan proses dari yang tidak tahu menjadi tahu, artinya manusia sebagai mahkluk yang memiliki akal sehingga mampu berfikir untuk terus mencari tahu apa yang maksud oleh Allah SWT dalam ayat-ayat al-Qur’annya. Sebab itulah manusia diturunkan ke bumi untuk

POLARISASI PEDIDIKAN
 Oleh; Jajat Darojat
A.    Pendahuluan
Perbincangan mengenai pendidikan akan selalu hangat untuk diperbincangkan, dan dalam pembahasannya tidak akan menemukan titik final karena dalam setiap kondisi ataupun situasi akan selalu berubah. Oleh karena itu, pendidikan akan menjadi pembahasan yang selalu up to date untuk diperbincangkan. Sebagai respons terhadap perubahan-perubahan tersebut maka pendidikan dibutuhan penyegaran kembali dalam orientasi maupun tujuan dari pendidikan itu sendiri. Untuk itu dibutuhkan upaya-upaya untuk merekonstruksi, reorientasi, serta restrukturisai pendidikan sehingga

Kenakalan Remaja
Dan Pendidikan Orang Tua
Oleh; Jajat Darojat 

A.    Pendahuluan
Pendidikan adalah proses pendewasaan manusia menjadi lebih baik dan siap dalam menghadapi lingkungannya. Maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena manusia sebagai makhluk yang independen mempunyai kebebasan dalam upaya mengkreasi dirinya dalam setiap dinamika sosial yang terjadi. Proses pendidikan bisa terjadi dimana dan kapan saja, dan dengan siapapun proses pendidikan bisa dilakukan. Hubungan dialektika yang dilakukan oleh manusia dalam interaksi sosialnya juga merupakan proses pendewasaan agar lebih adaptif terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu, proses pendewasaan manusia disini mengalami berbagai pengaruh yang berada di lingkungannya.
Dalam proses pendidikan terdapat pembentukan

PENDIDIKAN BERKARAKATER BANGSA
Oleh Jajat Darojat
A.    Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini dapat dilihat dari sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Keragaman ini diakui atau tidak, menimbulkan berbagai macam persoalan yang sekarang ini dihadapi bangsa ini, seperti KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), premanisme,   perseteruan   politik,   kemiskinan, kekerasan, separatisme, perusakan lingkungan dan hilangnya kemanusiaan untuk selalu menghargai hak-hak orang lain.
Agama dan budaya menjadi sangat problematik ketika memiliki implikasi horizontal. Yaitu, satu keberagamaan atau kebudayaan seseorang atau kelompok tertentu bergesekan dengan keberagamaan atau keberbudayaan orang atau kelompok lain. Perjumpaan antariman dan budaya dewasa ini, akibat faktor-faktor eksternal seperti

TANTANGAN MULTIKULTURALISME INDONESIA
(Dari Radikalisme Menuju Kebangsaan)
 Oleh; Jajat Darojat

BOOK REVIEW
Judul Buku                  : Tantangan Multikulturalisme Indonesia (Dari Radikalisme
 Menuju Kebangsaan)
Penulis                         : Prof. Dr. Nur Syam, M.Si
Cetakan/ Tahun           : 2009
Penerbit                       : Impulse (Institute Multikulturalism-Pluralism Studies)
Tebal Buku                  : 263
A.    Abstrak
Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak keragaman budaya[1] di dalamnya, mulai dari etnis, suku, agama, sampai pada bahasa. Hal ini menunjukan bahwasannya Indonesia merupakan salah satu negara yang pluralis-multikultural. Namun demikian, keragaman tersebut menjadi rawan dengan konflik horizontal mapun vertikal, malai dari konflik agama, golongan, sampai pada percaturan politik dikalangan elit.
Sebagai bagian awal pembahasan, bahwa akhir-akhir ini isu pluralisme semakin mencuat, maraknya teror yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama membuat masyarakat terpecah-pecah dan merasa terganggu dengan isu tersebut. Isu yang meresahkan masyarakat tersebut semakin memperburuk keadaan masyarakat, karena dengan keadaan masyarakat yang selama ini sudah tidak lagi sejahtera, dihadapakan dengan konflik horozontal

MANAJEMEN KESISWAAN
 Oleh; Jajat Darojat

A.    Pendahuluan
Cita-cita atau visi dan misi adalah tujuan yang akan dicapai, namun sejauh mana visi dan misi itu direncanakan dan dicapai sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Suatu tujuan tentunya perencanaan yang matang sehingga tujuan tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam suatu organisasi tentunya dikenal dengan istilah manajemen, hal ini merupakan alat atau bisa dikatakan sebagai formula untuk merumuskan strategi pengelolaan dalam pencapaian tujuan organisasi. Setiap organisasi tentunya mempunyai kesepakatan tujuan yang ingin dicapai, namun apakah tujuan itu bisa berjalan dan didapatkan secara optimal. Maka dari itu, dalam konteks ini dibutuhkan

Kamis, 21 Maret 2013


PAPER
PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF KULTURAL
 Oleh; Jajat Darojat, S.Pd.I., MSI

A.    Pendahuluan
Dalam suatu perkembangan sosial, secara alamiah masyarakat akan mengalami perubahan. Namun, apakah perkembangan sosial tersebut akan mengarah kepada perubahan yang bersifat konstruktif atau pada yang bersifat destruktif. Arah perubahan sosial-masyarakat tidak terlepas dari adanya peran pendukung pendidikan yang merupakan bagian dari sub-sistem sosial. Apabila mencermati kondisi pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah mengalami pembaharuan. Tujuan pembaharuan itu adalah

Senin, 18 Maret 2013


MANUSIA DAN PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
Begitu sentralnya posisi manusia sebagai makhluk Tuhan, hampir semua ilmu pengetahuan menjadikannya sebagai obyek studinya. Bukan hanya ilmu-ilmu sosial dan humaniora, tetapi sebagian ilmu-ilmu kealaman dan eksakta juga menjadikan manusia sebagai obyek studinya. Yang membedakan antara ilmu-ilmu tersebut adalah perbedaan sudut pandang terhadap manusia sesuai dengan disiplin masing-masing. Misalnya biologi mengkaji manusia dari aspek biologisnya, kedokteran mengkaji manusia dari aspek kesehatan atau medis, ilmu politik, ekonomi dan seterusnya. Sedangkan ilmu pendidikan membahas manusia dari sudut pandang fenomena dan aktivitasnya dalam pendidikan.[1] Berbagai disiplin ilmu yang dihasilkan dari kajian terhadap manusia tersebut menunjukan betapa manusia memiliki berbagai potensi yang dimilikinya. Sehingga, proses penelaahan manusia menjadi suatu grand tema bagi

KANDUNGAN MAKNA DALAM
SURAT AL-AN’AM AYAT 125
2011

I.        Pendahuluan
Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia. Kitab ini bukan hanya sebagai tuntunan bagi seorang muslim untuk beribadah saja, melainkan juga sebagai sumber ilmu pengetahuan yang sangat lengkap. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang sungguh sempurna dalam penciptaannya yang dianugrahi akal dan hati, dituntut untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya. Maka al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia sangat berperan bagi

Peran Pendidikan Bagi Manusia

A.    Manusia
Sebelum memulai diskusi mengenai pendidikan, alangkah baiknya kita mengkaji terlebih dahulu siapa, kenapa dan bagaimana yang terlibat dalam proses pendidikan. Sebagai sebuah proses tanpa henti, pendidikan melibatkan manusia sebagai pelaku utama dalam proses pendidikan (subyek). Manusia merupakan makhluk yang memiliki sejarah masa lalu, masa kini, serta masa yang akan datang. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki potensi-potensi yang harus dikembangkan dalam rangka menjadikan manusia sebagai makhluk yang dapat berpikir kritis terhadap hidup dan kehidupannya. Karena itu, sebagai makhluk yang memiliki keinginan, harapan, masa depan, cita-cita dan seterusnya, menjadi tuntutan bagi manusia dalam melakukan proses pendidikan. Jika disebutkan di atas tadi bahwa pelaku pendidikan sendiri adalah manusia, maka sebagai obyek dari proses pendidikan adalah pengalaman yang ada pada manusia.
Manusia memiliki potensi

Pendidikan Pembebasan Dalam Konfigurasi Paulo Freire
Oleh ; Jajat Darojat, S.Pd.I.,MSI

Membicarakan pendidikan akan selalu hangat untuk didiskusikan, berbagai lokus serta latar belakang kehidupan yang berbeda-beda membuat pendidikan tidak menemukan titik finis dalam perkembangannya. Alasan paling mendekati adalah adanya perkembangan serta peradaban manusia yang selalu berkembang, walaupun pada dasarnya perkembangan manusia tersebut tidak terlepas dari proses pendidikan yang dijalani oleh manusia. Oleh karena itu, dua elemen penting yang menjadi fundamen dalam proses pendidikan adalah manusia dan realitas dunia. Artinya, elemen yang pertama, yang disebut manusia adalah sebagai subyek yang sadar (cognitive), sementara elemen yang kedua merupakan obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis inilah yang terdapat pada proses pendidikan. Oleh karena itu, melalui sistem pendidikan yang menentukan serta membentuk “karakter”, cara pandang manusia terhadap dunia dan lingkungannya. Maka hal tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut;
 


                                                         Sistem pendidikan



Sistem pendidikan yang disebut Paulo Freire dengan istilah “pendidikan gaya Bank” (Banking concept of education) adalah salah satu pendidikan yang pernah diterapkan di Brazil. Dalam konstelasi pendidikan gaya Bank ini, Freire menjelaskan adanya praktek pendidikan yang dogmatis karena

POTRET PENDIDIKAN KITA
Oleh ; Jajat Darojat, S.Pd.I.,MSI

A.    Landasan Berpikir
Berbicara mengenai pendidikan memang tidak ada habisnya. Mulai dari persoalan moral (akhlak) sampai pada dataran status social seseorang. Namun demikian juga pendidikan menjadi tolak ukur  status social terhadap seseorang atau anak didik. paradigma publik yang terbentuk adalah jika seorang anak didik masuk dalam suatu lembaga pendidikan, maka dapat digolongkan apakah anak didik tersebut status sosialnya termasuk golongan kelas atas, atau bahkan hanya kelas bawah. Jadi sudah jelas sekali dalam dunia pendidikan kita sudah ada sekat antara si kaya dan si miskin. Lihat saja, ketika kita memandang sesorang belajar di kampus tertentu maka main set seseorang terhadap mahasiswanya maka bisa ditebak status sosialnya. Memang persoalan pendidikan merupakan persoalan sangat krusial sehingga rawan akan berbagai kepentingan. Sehingga dapat dilihat bahwasannya persoalan kita begitu kompleks dan ini menjadi tugas manusia sebagai Khalifah fil Ardl[1].
Pengertian secara epistemology pendidikan adalah “sebagai usaha sadar yang dilakukan manusia” atau jika meminjam perkataannya Mastuhu yaitu “memanusiakan manusia” atau mengangkat harkat dan martabat manusia (Human dignity),[2] maka Paulo Friere pun mengatakan  bahwa pendidikan merupakan jalan untuk menuju pembebasan yang permanen dan itu terdiri dari dua tahap, yakni Pertama, dimana manusia menjadi sadar akan pembebasan mereka, dan melalui praksis mengubah keadaan itu. Kedua, dibangun di atas tahap pertama, yang merupakan sebuah proses tindakan cultural yang membebaskan.[3] Jika kita mendefinisikan sendiri, maka yang dapat kita artikan bahwa sesungguhnya pendidikan itu sebagai wadah seseorang untuk menjadi lebih baik serta mampu menjawab persoalan yang ada disekitarnya, sehingga manusia tersebut mampu menghadapi atau menjawab tantangan zaman. Artinya pendidikan itu sebagai proses hominisasi dan humanisasi terhadap manusia itu sendiri. Dengan kata lain pendidikan bukan hanya membentuk manusia supaya cerdas akan tetapi pendidikan juga membentuk manusia sebagai mahluk social, atau mahluk yang tidak bisa hidup tanpa orang lain.
“Education for all” adalah

HOLISTIKA PENDIDIKAN NASIONAL

Proses pendidikan adalah suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena manusia sebagai makhluk yang independen mempunyai kebebasan dalam upaya mengkreasi dirinya dalam setiap dinamika sosial yang terjadi. Namun kebebasan tersebut tidak lahir secara instan dan datang begitu saja, akan tetapi perlu adanya kesadaran dan indentifikasi terhadap kesadaran serta kenyataan yang ada disekitarnya. Kesadaran inilah yang disebut oleh Paulo Freire dengan “pendidikan pembebasan”. Oleh karena itu dalam pendidikan pembebasan, Freire meletakkan manusia sebagai subyek dari proses pendidikan dan realitas sebagai obyeknya, dan hal ini ia sebut dengan konsep pendidikan yang “memanusiakan manusia.” Dalam wilayah pendidikan pembebasan, peserta didik dan pendidik dianggap sama derajatnya, hanya saja pendidik dalam proses pendidikan adalah evaluator, motivator, pasilitator, korektor, dan lainnya, sehingga peserta didik adalah sebagai pelaku dari proses pendidikan itu sendiri. Dengan demikian, metode tersebut mendasarkan diri pada dialog dan partisipasi antara personil pendidikan, yang merupakan hubungan horizontal antara peserta didik dan pendidik. Hal ini dimaksudkan, bahwa pendidikan bukanlah suatu proses indoktrinasi, konsevatif (pendidikan ala banking). Pendidikan ala banking adalah pendidikan yang hanya menitik beratkan pada transfer ilmu, dari satu orang ke orang lain.
Dalam konsep pendidikan tersebut, Freire menjelaskan bahwa syarat utama dalam proses pendidikannya dibutuhan dialogis-partisipatoris sehingga terjadi kesadaran yang utuh, yang bersandar pada suatu kenyataan ilmiah. Artinya proses pendidikan tidak seperti “menara gading” yang memisahkan manusia dengan kehidupannya. Secara sederhana, Freire sendiri mendeskripsikan kesadaran manusia (consciousness) dalam proses pendidikan, terbagi menjadi tiga yaitu;
1.      Kesadaran magis (magical consciousness), yakni tingkat kesadaran yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dan faktor lainnya. Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun supra natural) sebagai penyebab dan ketidak berdayaan. Proses yang menggunakan logika ini tidak memberikan kemampuan analisis, kaitan antara sistem dan struktur terhadap suatu permasalahan masyarakat.

KOMERSIALISASI PENDIDIKAN
Manusia adalah makhluk sosial (social human) yang memiliki kemampuan, keinginan, akal pikiran, rasio, dan segala potensi lainnya yang meliputi kemampuan skill. Dalam kategori lain, manusia juga dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yaitu  makhluk yang memiliki sejarah masa lalu, masa kini, dan akan memiliki masa yang akan datang. Maka, dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk pendidikan (the create education), karena ia senantiasa memiliki pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang didapatkan tersebut akan berpengaruh terhadap segala potensi yang disebutkan di atas tadi, seperti pemikiran, keinginan, kemampuan, bahkan pada karakter manusia itu sendiri. Pendidikan merupakan proses atau upaya manusia dalam meningkatkan taraf derajat dan martabat manusia dan kemanusiaan dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain bahwa pendidikan adalah salah satu bagian dari kegiatan manusia yang tidak dapat terpisahkan dalam interaksi sosial masyarakat. Karena itu, pendidikan merupakan suatu yang inheren dalam kegiatan manusia. Namun dalam pengertian lama, pendidikan adalah proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Jadi segala sesuatu dalam kehidupan masyarakat, baik dalam hal adat, budaya, bahkan kepercayaan adalah bagian dari proses pewarisan budaya atau disebut dengan pendidikan. Maka dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan proses terciptannya pengalaman hidup manusia. Dan dari proses terciptanya pengalaman masa lalu dan masa sekarang tersebut manusia dapat mengambil pelajaran dan merencanakan sesuatu terhadap masa depan hidupnya.