Pages

Jumat, 22 Maret 2013


Kenakalan Remaja
Dan Pendidikan Orang Tua
Oleh; Jajat Darojat 

A.    Pendahuluan
Pendidikan adalah proses pendewasaan manusia menjadi lebih baik dan siap dalam menghadapi lingkungannya. Maka pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia, karena manusia sebagai makhluk yang independen mempunyai kebebasan dalam upaya mengkreasi dirinya dalam setiap dinamika sosial yang terjadi. Proses pendidikan bisa terjadi dimana dan kapan saja, dan dengan siapapun proses pendidikan bisa dilakukan. Hubungan dialektika yang dilakukan oleh manusia dalam interaksi sosialnya juga merupakan proses pendewasaan agar lebih adaptif terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu, proses pendewasaan manusia disini mengalami berbagai pengaruh yang berada di lingkungannya.
Dalam proses pendidikan terdapat pembentukan
watak, sikap, ataupun pribadi individu yang tentunya akan melibatkan suatu disiplin ilmu yaitu psikologi pendidikan. Menurut sebagian para ahli bahwa psikologi pendidikan adalah subdisiplin psikologi, dan bukan disiplin psikologi itu sendiri. Oleh karena itu, dalam psikologi pendidikan merupakan bahasan terkait dengan metode ataupun pendekatan dalam proses pembelajaran berlangsung. Penelitian mengenai psikologi pendidikan ini tentunya mempunyai keterkaitan antara disiplin ilmu kejiwaan dengan proses pendidikan.

B.     Latar Belakang Masalah
Masalah kenakalan remaja sudah sering terjadi akhir-akhir ini. Bukan persoalan siapa yang bertanggung jawab atau apapun itu, akan tetapi bagaimana proses pendidikan itu terjadi. Sebagaimana pengertian umum, bahwa pendidikan dapat terjadi dimana saja dan dalam kondisi apa saja. Ki Hadjar Dewantara sendiri mendefinisikan pendidikan sebagai upaya untuk mengembangkan tumbuhnya budipekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran (intellect) dan tubuh anak.[1] Pendidikan merupakan suatu yang inheren dalam konsep manusia, karena pendidikan merupakan instrumen dalam mengembangkan dan menumbuhkan kepribadian manusia. Oleh karena itu proses pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi masa depan manusia. Namun, pendidikan pun akan menghadapi berbagai persoalannya terkait pengembangan dan penumbuhan kepribadian tersebut.
Berbagai persoalan dalam dunia pendidikan adalah masalah kenakalan remaja yang masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi dunia pendidikan. Persoalan remaja yang dimaksud adalah seperti tawuran antar pelajar, moralitas remaja yang semakin menurun, serta kekerasan dalam dunia pendidikan lain yang diakibatkan oleh kurangnya kontrol terhadap proses pendidikan. Belum lagi masalah prilaku pelajar pasca ujian nasional, mereka cenderung melakukan hal-hal yang bersifat negatif seperti, coret-coretan, ugal-ugalan, perang antar sekolah dan lainnya. Latar belakang dari pada kenakalan-kenakalan itu tentunya bermacam-macam. Makin kompleks keadaan suatu masyarakat, tentulah semakin banyak sebab-sebab yang menimbulkan keadaan yang tidak kita inginkan. Pokok dari pada timbulnya kenakalan remaja terutama disebabkan dari pada kelalaian orang tua dalam mendidik anak. Dalam masa sekarang ini masih banyak orang tua yang lebih mengutamakan pekerjaan di luar rumah dari pada pendidikan terhadap anak-anaknya.[2]
Peran pendidikan tidak terlepas dari ketiga elemen penting yang saling berhubungan sacara sinergis. Berbagai elemen tersebut adalah keluarga yang berperan sebagai sekolah pertama dalam kehidupa individu. Masyarakat (masjid) sebagai yang berperan sebagai lembaga pendidik dalam bidang keagamaan (nilai-nilai normatif) atau moralitas sehingga menumbuhkan prilaku baik di dalam diri peserta didik. Dan juga sekolah sebagai lembaga formal yang berperan membekali individu dengan keterampilan-keterampilan yang seharusnya dimiliki dalam kehidupan.[3] Namun, kesadaran dalam masyarakat kita hanya bersifat kaku dan cenderung lebih melepaskan tanggungjawab pendidikan itu pada lembaga pendidikan. Kesadaran terhadap tanggungjawab pendidikan setidaknya juga dimiliki oleh masyarakat, sehingga akan terjadi hubungan sinergitas dalam proses pencapaian tujuan dari pendidikan.
Tentunya masih ingat dalam memori kita, pada kasus yang terjadi di Surabaya yang menggegerkan dunia pendidikan. Seorang siswa dan keluarganya di usir dari kampung halamannya karena telah melaporkan kecurangan dalam ujian nasional. Pendeknya, siswa yang melakukan kejujuran dan melaporkan kecurangan tersebut tidak diterima oleh masyarakat. Di sekolah Ia (siswa) diajarkan untuk bersikap jujur, saling tolong menolong, dan lain sebagainya, namun pada tahap implementasi di dunia lingkungannya justru bertolak belakang. Hal ini menunjukan bahwa proses pendidikan tidak hanya terjadi pada lokus lembaga pendidikan formal saja, akan tetapi harus didukung oleh ketiga elemen tadi.
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif). Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang peranan dimasa yang akan datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa bangsa dimasa mendatang, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut.[4] Pernyataan M. Natsir tersebut merupakan indikasi tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan manusia, karena pendidikan itu sendiri mempunyai peranan sentral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan, dan untuk menunjang perannya dimasa yang akan datang.
C.    Pembahasan
1.      Faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak
Dalam mempelajari perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian khusus mengenai hal-hal sebagai berikut;
a.       Proses pematangan khususnya pematangan fungsi kognitif
b.      Proses belajar
c.       Pembawaan atau bakat
Ketiga hal ini berkaitan erat satu sama lain dan saling berpengaruh dalam perkembangan kehidupan manusia tak terkecuali para siswa sebagai peserta didik. Apabila fungsi kognitif, bakat dan proses belajar siswa belajar seorang siswa dalam keadaan positif, hampir dapat dipastikan siswa tersebut akan mengalami perkembangan kehidupan secara mulus. Akan tetapi, asumsi yang “menjanjikan” seperti ini sebenarnya belum tentu terwujud, karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses perkembangan siswa dalam menuju cita-cita bahagianya. Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa, para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi siswa tidak sama. Beberapa sudut pandang dan pendekatan tersebut adalah
a.       Aliran Nativisme
Aliran ini memandang bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor pembawaannya, sedangkan faktor pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesismisme pedagogis”.
b.      Aliran Empirisisme
Aliran empirisisme merupakan lawannya dari aliran nativisme. Dalam doktrin aliran ini terkenal dengan teori “tabula rasa”, sebuah doktrin yang menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
c.       Aliran Konvergensi
Merupakan gabungan antara aliran Nativisme dengan Empirisisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.[5]
Berbagai aliran dalam psikologi tersebut tentunya menjadi suatu pisau analisa terhadap psikologi pendidikan. Namun, salah seorang ahli yaitu Arthur S. Reber (1988) menganggap bahwa psikologi pendidikan adalah sebagai subdisiplin psikologi terapan (applicable). Dalam pandangannya, psikologi pendidikan adalah sebagai sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut;
a.       Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas
b.      Pengembangan dan pembaharuan kurikulum
c.       Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan
d.      Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan mendayagunakan ranah kognitif
e.       Penyelenggaraan pendidikan keguruan.[6]
2.      Pengaruh lingkungan terhadap pendidikan anak
Pergaulan anak tidak terbatas pada suatu lingkungan keluarga ataupun sekolah saja, akan tetapi lingkungan tempat ia bergaul dan berinteraksi dimana ia beradapun mempunyai kontribusi dalam hal proses pendidikan. Dari anak-anak yang berasal dari keluarga-keluarga yang tidak ideal (broken home) itulah terbentuknya gang. Mereka merasa senasib mengalami ketidak senangan untuk tinggal di rumah. Dalam gang-gang itu anak-anak saling pengaruh-mempengaruhi dengan adat istiadat atau karakter dari keluarganya masing-masing sebagai bekalnya. Jika dalam pergaulan akan timbul kewibawaan, jadi dapat dengan sengaja kita masukan pengaruh kita peroleh yang tidak sengaja (penularan), yang tidak sedikit pengaruhnya dalam pendidikan dan perkembangan anak. Dengan kesengajaan ini kita maksudkan tindakan yang penuh tanggungjawab. Unsu-unsur ketidaksengajaan ini banyak menimbulkan kerugian bagi perkembangan/ kehidupan anak. Namun, jangan kita lupakan dalam lingkungan itu, anak tidak hanya terpengaruh oleh orang-orangnya saja, tetapi juga film dan majalah-majalah atau bacaan-bacaan lainnya tak sedikit turut mempengaruhi perkembangan dan karakter si anak. Film yang tidak bernilai paedagogi, sangat menghancurkan jiwa anak. Atau ketidak-sesuaian umur dimana film untuk 17 tahun sudah dapat dilihat oleh anak-anak yang berada di bawah batas peraturan film itu, sehingga anak yang belum kenal norma-norma, meniru yang tidak baiknya. Film-film roman membimbing anak yang berasal dari keluarga yang tidak ideal untuk mempraktekannya. Mereka meniru mode-modenya baik rambut, pakaian dan kelakuan-kelakuan dari jagoan-jagoan dalam film yang dilihatnya. Begitupun dengan majalah-majalah, buku-buku, dan bacaan-bacaan lainnya.[7]
Sebagaimana pengertian pendidikan bahwa pendidikan merupakan seluruh aktifitas manusia yang terjadi dalam kehidupannya. Oleh karena itu, pengaruh-pengaruh yang didapatkan dari hasil proses pengalamannya memberikan kontribusi dalam pembentukan karakter dan pribadi peserta didik. Lebih dari itu, pengaruh-pengaruh tersebut tidak hanya mengubah cara berfikir (mind set) akan tetapi juga dapat merubah pola hidup peserta didik. Perkembangan dan peradaban masyarakat semakin maju. Arus informasi dan teknologi yang mendukung dalam gaya hidup masyarakat akan menambah daftar persoalan-persoalan baru dalam dunia pendidikan. Berbagai gaya hidup seperti konsumerisme, westernisasi, dan lainnya yang lebih mengedepankan ekspresi individu membuat peserta didik mengikutinya.
Perubahan sosial menyangkut proses sosial dan struktur sosial. Terutama dalam bidang modern seperti dewasa ini, perubahan sosial terjadi sangat cepat sekali. Sebagaimana yang kita lihat kemajuan bidang teknologi dapat merubah masyarakat agraris menjadi masyarakat industriil. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan-perubahan dibidang hidup kekeluargaan, keagamaan, pemerintahan, pendidikan dan sebagainya. Keadaan itu dengan sendirinya memaksa kita untuk mengadakan peyesuaian diri dengan lingkungan. Jika perubahan-perubahan itu berlangsung secara cepat dan tidak teratur, maka sukar lagi bagi kita untuk mengadakan penyesuaian diri. Orang merasa kehilangan pegangan, merasa tidak aman dan tidak puas. Dalam keadaan demikian mudah timbul frustasi yang dapat mengakibatkan tekanan pada jiwa orang dan menjadi persoalan kepribadian, orang dapat berbuat hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan kata hatinya. Terhadap hal-hal yang baru biasanya orang mengadakan pengalaman dan cara menghadapinya bagi tiap orang berbeda, tergantung pada sifatnya masing-masing. Bagi anak yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, hal itu tidaklah menjadi soal. Namun, ada orang yang sukar untuk menyesuaikan diri, mereka merasa terikat sekali dengan kebiasaan-kebiasaan lama dan ragu-ragu dalam menghadapi hal yang baru. Yang terakhir inilah yang sering terlibat dalam persoalan-persoalan sosial. Sering mereka terpaksa melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang lama sedangkan hal-hal yang baru belum dapat diterimanya, sehingga mereka kehilangan pegangan atau pedoman hidup yang mereka perlukan.[8]
3.      Soal peranan orang tua dalam pendidikan anak
Dalam mendidik anak, orang tua mempunyai tanggung jawab yang paling tinggi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu terdapat prinsip-prinsip metodologi pendidikan Islam yang dapat dijadikan acuan oleh orang tua dalam proses pendidikan. Prinsip-prinsip metodologi pendidikan Islam tersebut antara lain;
a.       Prinsip memberikan suasana kegembiraan
b.      Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut
c.       Prinsip kebermaknaan terhadap peserta didik
d.      Prinsip prasyarat (menarik minat peserta didik untuk belajar)
e.       Prinsip komunikasi terbuka
f.       Prinsip pemberian pengetahuan yang baru
g.      Prinsip memberi metode yang baik
h.      Prinsip praktis (yang dapat mendorong untuk mengamalkan pengetahuannya)[9]
Keluarga dianggap sebagai unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian anak pada fase perkembangan. Fase perkembangan ini memiliki perbedaan yang sangat besar dalam menentukan kecenderungan-kecenderungan anak, dibandingkan dengan fase-fase berikutnya. Sebagaimana seorang anak dalam lingkungan sosial ini mampu mengenal dirinya dan membentuk kepribadiannya melalui proses perkenalan dan interaksi antara dirinya dengan anggota keluarga yang berada disekitarnya. Seorang anak dapat berinteraksi secara kultural dengan anggota keluarganya. Sebagaimana ia akan meniru pola fikir kedua orang tuanya dalam menyampaikan perasaan dan keinginannya. Oleh karena itu, dalam fase pertama kehidupan anak ini, keluarga berperan sebagai pembentuk pertama karakter sosial bagi seorang anak, sejalan dengan kebudayaan masyarakatnya dan sesuai dengan pola kehidupan yang berlaku antara anggota masyarakat. Pembentukan karakter tersebut tentunya dengan mengarahkan dan membimbing tingkah lakunya, melatihnya dan mendidiknya, sehingga menetahui berbagai macam nilai, prilaku dan kecenderungan yang dilarang dan yang dianjurkan.[10]
Fungsi keluarga yang utama adalah mendidik anak-anaknya. Anak manusia yang berlainan sekali dengan anak binatang. Tanpa adanya pendidikan dalam arti luas, ia tidak akan menjadi anggota pergaulan hidup yang dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan bersama. Dalam kehidupan manusia, diperlukan, kepentingan, hak dan kewajiban, perasaan dan keinginan adalah sangat kompleks. Apakah yang akan terjadi dengan seorang anak bayi, pendidikan dari orang tuanya. Pengetahuan dan kecakapan diperolehnya dari lingkungan keluarganya. Akan binasahlah pergaulan hidup manusia, bila orang tua mengingkari akan tugasnya sebagai pendidik. Banyak dari anak-anak yang berasal dari keluarga baik-baik dan mampu. Sebagian besar dari sebab yang mengakibatkan terjadinya hal-hal itu ternyata dari kelainan akan pengawasan dan pendidikan yang baik dari orang tua. Seperti yang telah kita ketahui, tugas utama orang tua adalah memberikan pendidikan yang baik serta pengawasan yang cukup terhadap anak-anaknya.[11] Namun, dalam pendidikan anak, pun tidak mengabaikan pendidikan sekolah sebagai pembantu utama dalam proses pendidikan bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Dimensi yang lain seperti keadaan masyarakat pun akan mendukung pendidikan tersebut. Masyarakat yang memberikan nilai-nilai atau norma masyarakat akan membantu membentuk karakter pribadi dari si anak.
Telah ditegaskan oleh para ahli ilmu jiwa dan pendidikan, bahwa pengalaman-pengalaman sosial yang benar dan berbagai bentuk interaksi yang dilakukan anak di dalam lingkup keluarga, pada tahun-tahun pertama dari kehidupannya, memiliki peran penting dalam pembentukan dan pembinaan kepribadiannya. Juga, dalam pembentukan prilaku, kebudayaan, dan penyesuaian dirinya.[12] Jadi, keluarga merupakan kelompok manusia pertama yang menjalankan hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung terhadap anak. Dengan demikian,, sebuah keluarga memiliki tanggungjawab yang sangat besar terhadap anak dalam mengenalkan berbagai macam bentuk prilaku sosial. Pentingnya peran keluarga ini juga dibatasi dalam hal pengalaman-pengalaman pertama bagi kehidupan anak. Karena pengalaman-pengalaman tersebut akan menjadi sumber kepribadian. Maka, melalui lingkungan keluarga inilah diterapkannya benih-benih kepribadian, terbentukanya kerangka kepribadian dan karakteristik-karakteristiknya yang sangat mendasar.
D.    Kesimpulan
Pendidikan merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia, karena itu pendidikan adalah upaya pembentukan manusia ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya. Namun, proses pembentukan ini memiliki syarat-syarat tertentu sehingga tercapai dengan baik dan sesuai dengan tujuan dari manusia. Maka, syarat-syarat yang dimaksud adalah terjadinya hubungan sinergitas dalam proses pembentukan, hal itu adalah keluarga, masyarakat dan sekolah.
Keluarga merupakan sekolah pertama yang melalukan proses pembentukan sikap, pribadi maupun dalam hal mengenalkan lingkungan. Sehingga keluarga adalah menjadi faktor penentu dalam mendidik anak. Artinya, bahwa keluarga adalah kelompok manusia yang paling berperan dalam mengarahkan pendidikan anak. Jika pendidikan dalam keluarganya berjalan secara semestinya, maka anak tersebut akan cenderung ke arah yang lebih baik, dan begitu sebaliknya. Salah satu alasan mengapa keluarga merupakan faktor terpenting adalah bahwa keluarga merupakan kelompok manusia yang mengenalkan dengan lingkunganya. Kemudian selain itu, dari sudut pandang kodrati manusia bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik (taqwa) atau buruk (fujur). Jadi, tergantung pada bagaimana proses pendidikan dalam keluarga itu terjadi.
Masyarakat, merupakan struktur sosial yang terdiri dari berbagai sub sistem yang kompleks. Sehingga, dalam sosial masyarakat ini mempunyai efek yang cukup dominan dalam mempengaruhi pembentukan sikap pada si anak selain keluarga. Oleh karena itu, jika si anak memiliki filter atau pun benteng yang ia dapatkan dari pendidikan keluarganya, maka ia akan dengan mudah memilah dan memilih mana yang akan ia ambil untuk dijadikan pengalaman positifnya. Selain itu, sekolah juga memberikan kontribusinya dalam proses pembentukan tersebut. Sekolah memberikan bekal-bekal pengalam skill dalam menghadapi lingkungan yang terus berubah dan berkembang. Sekolah mempersiapkan anak agar bisa beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan jaman, sehingga bekal tersebut menjadi modalnya dalam menempuh masa depan.

Daftar Pustaka
-          Baharuddin dan Moh. Makin. 2009. Pendidikan Humanistik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
-          Dewantara, Karya Ki Hadjar. 1977. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
-          Musthafa, Asy-Syaikh Fuhaim. 2004. Manhaj Pendidikan Anak Muslim. Penerj. Abdillah Obid dan Yessi HM. Basyaruddin dari buku Manhajuth-Thiflil Muslim. Jakarta: Mustaqim.
-          Sanaky, Hujair Ah. 2003. Paradigma Pendidikan Islam (membangun masyarakat madani indonesia). Yogyakarta : Safiria Inssania Press bekerjasama dengan Magister Study Islam Universitas Islam Indonesia (MSI-UII).
-          Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
-          Partowisastro, Koestoer. 1982.  Dinamika Psikologi Sosia. Jakarta: Erlangga.


[1] Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan, Cet. II, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977), hal. 14.
[2] Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi Sosial, Cet. I, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal. 65.
[3] Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Penerj. Abdillah Obid dan Yessi HM. Basyaruddin dari buku Manhajuth-Thiflil Muslim. Cet. I, (Jakarta: Mustaqim, 2004), hal. 41.
[4] Hujair Ah  Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam (membangun masyarakat madani indonesia), (Yogyakarta : Safiria Inssania Press bekerjasama dengan Magister Study Islam Universitas Islam Indonesia (MSI-UII), Tahun 2003), hal. 4.
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Cet. XI, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 43-46.
[6] Ibid., hal. 12.
[7] Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi..., hal. 53.
[8] Ibid., hal. 70.
[9] Baharuddin dan Moh. Makin, Pendidikan Humanistik, Cet. I, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hal.196-199.
[10] Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan..., hal. 42.
[11] Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi..., hal. 73.
[12] Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan..., hal. 44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar