Kenakalan
Remaja
Dan
Pendidikan Orang Tua
Oleh; Jajat Darojat
A.
Pendahuluan
Pendidikan adalah proses pendewasaan manusia menjadi
lebih baik dan siap dalam menghadapi lingkungannya. Maka pendidikan dapat
dikatakan sebagai suatu proses yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan
manusia, karena manusia sebagai makhluk yang independen mempunyai kebebasan
dalam upaya mengkreasi dirinya dalam setiap dinamika sosial yang terjadi. Proses
pendidikan bisa terjadi dimana dan kapan saja, dan dengan siapapun proses
pendidikan bisa dilakukan. Hubungan dialektika yang dilakukan oleh manusia
dalam interaksi sosialnya juga merupakan proses pendewasaan agar lebih adaptif
terhadap kondisi lingkungannya. Oleh karena itu, proses pendewasaan manusia
disini mengalami berbagai pengaruh yang berada di lingkungannya.
Dalam proses pendidikan terdapat pembentukan
watak,
sikap, ataupun pribadi individu yang tentunya akan melibatkan suatu disiplin
ilmu yaitu psikologi pendidikan. Menurut sebagian para ahli bahwa psikologi
pendidikan adalah subdisiplin psikologi, dan bukan disiplin psikologi itu
sendiri. Oleh karena itu, dalam psikologi pendidikan merupakan bahasan terkait
dengan metode ataupun pendekatan dalam proses pembelajaran berlangsung.
Penelitian mengenai psikologi pendidikan ini tentunya mempunyai keterkaitan
antara disiplin ilmu kejiwaan dengan proses pendidikan.
B.
Latar
Belakang Masalah
Masalah kenakalan
remaja sudah sering terjadi akhir-akhir ini. Bukan persoalan siapa yang
bertanggung jawab atau apapun itu, akan tetapi bagaimana proses pendidikan itu
terjadi. Sebagaimana pengertian umum, bahwa pendidikan dapat terjadi dimana
saja dan dalam kondisi apa saja. Ki
Hadjar Dewantara sendiri mendefinisikan pendidikan sebagai upaya untuk
mengembangkan tumbuhnya budipekerti, kekuatan batin, karakter, pikiran (intellect)
dan tubuh anak.[1]
Pendidikan
merupakan suatu yang inheren dalam konsep manusia, karena pendidikan merupakan
instrumen dalam mengembangkan dan menumbuhkan kepribadian manusia. Oleh karena
itu proses pendidikan menjadi suatu hal yang sangat penting bagi masa depan
manusia. Namun, pendidikan pun akan menghadapi berbagai persoalannya terkait pengembangan
dan penumbuhan kepribadian tersebut.
Berbagai persoalan
dalam dunia pendidikan adalah masalah kenakalan remaja yang masih menjadi
Pekerjaan Rumah (PR) bagi dunia pendidikan. Persoalan remaja yang dimaksud
adalah seperti tawuran antar pelajar, moralitas remaja yang semakin menurun,
serta kekerasan dalam dunia pendidikan lain yang diakibatkan oleh kurangnya
kontrol terhadap proses pendidikan. Belum lagi masalah prilaku pelajar pasca
ujian nasional, mereka cenderung melakukan hal-hal yang bersifat negatif
seperti, coret-coretan, ugal-ugalan, perang antar sekolah dan lainnya. Latar
belakang dari pada kenakalan-kenakalan itu tentunya bermacam-macam. Makin
kompleks keadaan suatu masyarakat, tentulah semakin banyak sebab-sebab yang
menimbulkan keadaan yang tidak kita inginkan. Pokok dari pada timbulnya
kenakalan remaja terutama disebabkan dari pada kelalaian orang tua dalam
mendidik anak. Dalam masa sekarang ini masih banyak orang tua yang lebih
mengutamakan pekerjaan di luar rumah dari pada pendidikan terhadap
anak-anaknya.[2]
Peran pendidikan tidak
terlepas dari ketiga elemen penting yang saling berhubungan sacara sinergis.
Berbagai elemen tersebut adalah keluarga yang berperan sebagai sekolah pertama
dalam kehidupa individu. Masyarakat (masjid) sebagai yang berperan sebagai
lembaga pendidik dalam bidang keagamaan (nilai-nilai normatif) atau moralitas
sehingga menumbuhkan prilaku baik di dalam diri peserta didik. Dan juga sekolah
sebagai lembaga formal yang berperan membekali individu dengan keterampilan-keterampilan
yang seharusnya dimiliki dalam kehidupan.[3]
Namun, kesadaran dalam masyarakat kita hanya bersifat kaku dan cenderung lebih
melepaskan tanggungjawab pendidikan itu pada lembaga pendidikan. Kesadaran
terhadap tanggungjawab pendidikan setidaknya juga dimiliki oleh masyarakat,
sehingga akan terjadi hubungan sinergitas dalam proses pencapaian tujuan dari
pendidikan.
Tentunya masih ingat
dalam memori kita, pada kasus yang terjadi di Surabaya yang menggegerkan dunia
pendidikan. Seorang siswa dan keluarganya di usir dari kampung halamannya
karena telah melaporkan kecurangan dalam ujian nasional. Pendeknya, siswa yang
melakukan kejujuran dan melaporkan kecurangan tersebut tidak diterima oleh
masyarakat. Di sekolah Ia (siswa) diajarkan untuk bersikap jujur, saling tolong
menolong, dan lain sebagainya, namun pada tahap implementasi di dunia
lingkungannya justru bertolak belakang. Hal ini menunjukan bahwa proses
pendidikan tidak hanya terjadi pada lokus lembaga pendidikan formal saja, akan
tetapi harus didukung oleh ketiga elemen tadi.
Pendidikan merupakan sistem dan
cara meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan manusia.
Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak
menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya
sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif). Pendidikan
sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi
menunjang peranan dimasa yang akan datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh
suatu bangsa tentu memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan rekayasa
bangsa dimasa mendatang, karena pendidikan merupakan salah satu kebutuhan asasi
manusia, bahkan M. Natsir menegaskan bahwa pendidikan merupakan salah satu
faktor yang ikut menentukan maju mundurnya kehidupan masyarakat tersebut.[4] Pernyataan
M. Natsir tersebut merupakan indikasi
tentang urgensi pendidikan bagi kehidupan manusia, karena pendidikan itu
sendiri mempunyai peranan sentral dalam mendorong individu dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitasnya dalam segala aspek kehidupan demi mencapai kemajuan,
dan untuk menunjang perannya dimasa yang akan datang.
C.
Pembahasan
1. Faktor yang
mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak
Dalam
mempelajari perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian khusus mengenai
hal-hal sebagai berikut;
a.
Proses
pematangan khususnya pematangan fungsi kognitif
b.
Proses
belajar
c.
Pembawaan
atau bakat
Ketiga
hal ini berkaitan erat satu sama lain dan saling berpengaruh dalam perkembangan
kehidupan manusia tak terkecuali para siswa sebagai peserta didik. Apabila
fungsi kognitif, bakat dan proses belajar siswa belajar seorang siswa dalam
keadaan positif, hampir dapat dipastikan siswa tersebut akan mengalami
perkembangan kehidupan secara mulus. Akan tetapi, asumsi yang “menjanjikan”
seperti ini sebenarnya belum tentu terwujud, karena banyak faktor yang
berpengaruh terhadap proses perkembangan siswa dalam menuju cita-cita
bahagianya. Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa,
para ahli berbeda pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka
terhadap eksistensi siswa tidak sama. Beberapa sudut pandang dan pendekatan
tersebut adalah
a.
Aliran
Nativisme
Aliran ini
memandang bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor pembawaannya,
sedangkan faktor pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam
ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesismisme pedagogis”.
b.
Aliran
Empirisisme
Aliran
empirisisme merupakan lawannya dari aliran nativisme. Dalam doktrin aliran ini
terkenal dengan teori “tabula rasa”, sebuah doktrin yang menekankan arti
penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia
itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya,
sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
c.
Aliran
Konvergensi
Merupakan
gabungan antara aliran Nativisme dengan Empirisisme. Aliran ini menggabungkan
arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan manusia.[5]
Berbagai
aliran dalam psikologi tersebut tentunya menjadi suatu pisau analisa terhadap
psikologi pendidikan. Namun, salah seorang ahli yaitu Arthur S. Reber (1988) menganggap
bahwa psikologi pendidikan adalah sebagai subdisiplin psikologi terapan (applicable). Dalam pandangannya,
psikologi pendidikan adalah sebagai sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang
berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal
sebagai berikut;
a.
Penerapan
prinsip-prinsip belajar dalam kelas
b.
Pengembangan
dan pembaharuan kurikulum
c.
Ujian
dan evaluasi bakat dan kemampuan
d.
Sosialisasi
proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan mendayagunakan ranah
kognitif
e.
Penyelenggaraan
pendidikan keguruan.[6]
2. Pengaruh
lingkungan terhadap pendidikan anak
Pergaulan
anak tidak terbatas pada suatu lingkungan keluarga ataupun sekolah saja, akan
tetapi lingkungan tempat ia bergaul dan berinteraksi dimana ia beradapun
mempunyai kontribusi dalam hal proses pendidikan. Dari anak-anak yang berasal
dari keluarga-keluarga yang tidak ideal (broken
home) itulah terbentuknya gang. Mereka merasa senasib mengalami ketidak
senangan untuk tinggal di rumah. Dalam gang-gang itu anak-anak saling
pengaruh-mempengaruhi dengan adat istiadat atau karakter dari keluarganya
masing-masing sebagai bekalnya. Jika dalam pergaulan akan timbul kewibawaan,
jadi dapat dengan sengaja kita masukan pengaruh kita peroleh yang tidak sengaja
(penularan), yang tidak sedikit pengaruhnya dalam pendidikan dan perkembangan
anak. Dengan kesengajaan ini kita maksudkan tindakan yang penuh tanggungjawab.
Unsu-unsur ketidaksengajaan ini banyak menimbulkan kerugian bagi perkembangan/
kehidupan anak. Namun, jangan kita lupakan dalam lingkungan itu, anak tidak
hanya terpengaruh oleh orang-orangnya saja, tetapi juga film dan
majalah-majalah atau bacaan-bacaan lainnya tak sedikit turut mempengaruhi
perkembangan dan karakter si anak. Film yang tidak bernilai paedagogi, sangat
menghancurkan jiwa anak. Atau ketidak-sesuaian umur dimana film untuk 17 tahun
sudah dapat dilihat oleh anak-anak yang berada di bawah batas peraturan film
itu, sehingga anak yang belum kenal norma-norma, meniru yang tidak baiknya.
Film-film roman membimbing anak yang berasal dari keluarga yang tidak ideal
untuk mempraktekannya. Mereka meniru mode-modenya baik rambut, pakaian dan
kelakuan-kelakuan dari jagoan-jagoan dalam film yang dilihatnya. Begitupun
dengan majalah-majalah, buku-buku, dan bacaan-bacaan lainnya.[7]
Sebagaimana
pengertian pendidikan bahwa pendidikan merupakan seluruh aktifitas manusia yang
terjadi dalam kehidupannya. Oleh karena itu, pengaruh-pengaruh yang didapatkan
dari hasil proses pengalamannya memberikan kontribusi dalam pembentukan
karakter dan pribadi peserta didik. Lebih dari itu, pengaruh-pengaruh tersebut
tidak hanya mengubah cara berfikir (mind
set) akan tetapi juga dapat merubah pola hidup peserta didik. Perkembangan
dan peradaban masyarakat semakin maju. Arus informasi dan teknologi yang mendukung
dalam gaya hidup masyarakat akan menambah daftar persoalan-persoalan baru dalam
dunia pendidikan. Berbagai gaya hidup seperti konsumerisme, westernisasi, dan
lainnya yang lebih mengedepankan ekspresi individu membuat peserta didik
mengikutinya.
Perubahan
sosial menyangkut proses sosial dan struktur sosial. Terutama dalam bidang
modern seperti dewasa ini, perubahan sosial terjadi sangat cepat sekali.
Sebagaimana yang kita lihat kemajuan bidang teknologi dapat merubah masyarakat
agraris menjadi masyarakat industriil. Hal ini dapat mengakibatkan
perubahan-perubahan dibidang hidup kekeluargaan, keagamaan, pemerintahan,
pendidikan dan sebagainya. Keadaan itu dengan sendirinya memaksa kita untuk
mengadakan peyesuaian diri dengan lingkungan. Jika perubahan-perubahan itu
berlangsung secara cepat dan tidak teratur, maka sukar lagi bagi kita untuk
mengadakan penyesuaian diri. Orang merasa kehilangan pegangan, merasa tidak
aman dan tidak puas. Dalam keadaan demikian mudah timbul frustasi yang dapat
mengakibatkan tekanan pada jiwa orang dan menjadi persoalan kepribadian, orang
dapat berbuat hal-hal yang sebenarnya bertentangan dengan kata hatinya.
Terhadap hal-hal yang baru biasanya orang mengadakan pengalaman dan cara
menghadapinya bagi tiap orang berbeda, tergantung pada sifatnya masing-masing.
Bagi anak yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, hal itu tidaklah
menjadi soal. Namun, ada orang yang sukar untuk menyesuaikan diri, mereka
merasa terikat sekali dengan kebiasaan-kebiasaan lama dan ragu-ragu dalam
menghadapi hal yang baru. Yang terakhir inilah yang sering terlibat dalam
persoalan-persoalan sosial. Sering mereka terpaksa melepaskan
kebiasaan-kebiasaan yang lama sedangkan hal-hal yang baru belum dapat
diterimanya, sehingga mereka kehilangan pegangan atau pedoman hidup yang mereka
perlukan.[8]
3. Soal peranan
orang tua dalam pendidikan anak
Dalam
mendidik anak, orang tua mempunyai tanggung jawab yang paling tinggi dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu terdapat prinsip-prinsip metodologi pendidikan
Islam yang dapat dijadikan acuan oleh orang tua dalam proses pendidikan.
Prinsip-prinsip metodologi pendidikan Islam tersebut antara lain;
a. Prinsip memberikan suasana kegembiraan
b. Prinsip memberikan layanan dan santunan dengan lemah lembut
c. Prinsip kebermaknaan terhadap peserta didik
d. Prinsip prasyarat (menarik minat peserta didik untuk belajar)
e. Prinsip komunikasi terbuka
f. Prinsip pemberian pengetahuan yang baru
g.
Prinsip
memberi metode yang baik
Keluarga dianggap
sebagai unsur terpenting dalam pembentukan kepribadian anak pada fase
perkembangan. Fase perkembangan ini memiliki perbedaan yang sangat besar dalam
menentukan kecenderungan-kecenderungan anak, dibandingkan dengan fase-fase
berikutnya. Sebagaimana seorang anak dalam lingkungan sosial ini mampu mengenal
dirinya dan membentuk kepribadiannya melalui proses perkenalan dan interaksi
antara dirinya dengan anggota keluarga yang berada disekitarnya. Seorang anak
dapat berinteraksi secara kultural dengan anggota keluarganya. Sebagaimana ia
akan meniru pola fikir kedua orang tuanya dalam menyampaikan perasaan dan
keinginannya. Oleh karena itu, dalam fase pertama kehidupan anak ini, keluarga
berperan sebagai pembentuk pertama karakter sosial bagi seorang anak, sejalan
dengan kebudayaan masyarakatnya dan sesuai dengan pola kehidupan yang berlaku
antara anggota masyarakat. Pembentukan karakter tersebut tentunya dengan
mengarahkan dan membimbing tingkah lakunya, melatihnya dan mendidiknya,
sehingga menetahui berbagai macam nilai, prilaku dan kecenderungan yang
dilarang dan yang dianjurkan.[10]
Fungsi keluarga yang
utama adalah mendidik anak-anaknya. Anak manusia yang berlainan sekali dengan
anak binatang. Tanpa adanya pendidikan dalam arti luas, ia tidak akan menjadi
anggota pergaulan hidup yang dapat menjalankan kewajiban dalam kehidupan
bersama. Dalam kehidupan manusia, diperlukan, kepentingan, hak dan kewajiban,
perasaan dan keinginan adalah sangat kompleks. Apakah yang akan terjadi dengan
seorang anak bayi, pendidikan dari orang tuanya. Pengetahuan dan kecakapan
diperolehnya dari lingkungan keluarganya. Akan binasahlah pergaulan hidup
manusia, bila orang tua mengingkari akan tugasnya sebagai pendidik. Banyak dari
anak-anak yang berasal dari keluarga baik-baik dan mampu. Sebagian besar dari
sebab yang mengakibatkan terjadinya hal-hal itu ternyata dari kelainan akan
pengawasan dan pendidikan yang baik dari orang tua. Seperti yang telah kita
ketahui, tugas utama orang tua adalah memberikan pendidikan yang baik serta
pengawasan yang cukup terhadap anak-anaknya.[11]
Namun, dalam pendidikan anak, pun tidak mengabaikan pendidikan sekolah sebagai
pembantu utama dalam proses pendidikan bagi perkembangan dan pertumbuhan anak.
Dimensi yang lain seperti keadaan masyarakat pun akan mendukung pendidikan
tersebut. Masyarakat yang memberikan nilai-nilai atau norma masyarakat akan
membantu membentuk karakter pribadi dari si anak.
Telah ditegaskan oleh
para ahli ilmu jiwa dan pendidikan, bahwa pengalaman-pengalaman sosial yang
benar dan berbagai bentuk interaksi yang dilakukan anak di dalam lingkup
keluarga, pada tahun-tahun pertama dari kehidupannya, memiliki peran penting
dalam pembentukan dan pembinaan kepribadiannya. Juga, dalam pembentukan
prilaku, kebudayaan, dan penyesuaian dirinya.[12]
Jadi, keluarga merupakan kelompok manusia pertama yang menjalankan
hubungan-hubungan kemanusiaan secara langsung terhadap anak. Dengan demikian,,
sebuah keluarga memiliki tanggungjawab yang sangat besar terhadap anak dalam
mengenalkan berbagai macam bentuk prilaku sosial. Pentingnya peran keluarga ini
juga dibatasi dalam hal pengalaman-pengalaman pertama bagi kehidupan anak.
Karena pengalaman-pengalaman tersebut akan menjadi sumber kepribadian. Maka,
melalui lingkungan keluarga inilah diterapkannya benih-benih kepribadian,
terbentukanya kerangka kepribadian dan karakteristik-karakteristiknya yang
sangat mendasar.
D.
Kesimpulan
Pendidikan merupakan
salah satu bagian dari kehidupan manusia, karena itu pendidikan adalah upaya
pembentukan manusia ke arah yang lebih baik dari yang sebelumnya. Namun, proses
pembentukan ini memiliki syarat-syarat tertentu sehingga tercapai dengan baik
dan sesuai dengan tujuan dari manusia. Maka, syarat-syarat yang dimaksud adalah
terjadinya hubungan sinergitas dalam proses pembentukan, hal itu adalah
keluarga, masyarakat dan sekolah.
Keluarga merupakan
sekolah pertama yang melalukan proses pembentukan sikap, pribadi maupun dalam hal
mengenalkan lingkungan. Sehingga keluarga adalah menjadi faktor penentu dalam
mendidik anak. Artinya, bahwa keluarga adalah kelompok manusia yang paling
berperan dalam mengarahkan pendidikan anak. Jika pendidikan dalam keluarganya
berjalan secara semestinya, maka anak tersebut akan cenderung ke arah yang
lebih baik, dan begitu sebaliknya. Salah satu alasan mengapa keluarga merupakan
faktor terpenting adalah bahwa keluarga merupakan kelompok manusia yang
mengenalkan dengan lingkunganya. Kemudian selain itu, dari sudut pandang
kodrati manusia bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik (taqwa)
atau buruk (fujur). Jadi, tergantung pada bagaimana proses pendidikan
dalam keluarga itu terjadi.
Masyarakat, merupakan
struktur sosial yang terdiri dari berbagai sub sistem yang kompleks. Sehingga,
dalam sosial masyarakat ini mempunyai efek yang cukup dominan dalam
mempengaruhi pembentukan sikap pada si anak selain keluarga. Oleh karena itu,
jika si anak memiliki filter atau pun benteng yang ia dapatkan dari pendidikan
keluarganya, maka ia akan dengan mudah memilah dan memilih mana yang akan ia
ambil untuk dijadikan pengalaman positifnya. Selain itu, sekolah juga
memberikan kontribusinya dalam proses pembentukan tersebut. Sekolah memberikan
bekal-bekal pengalam skill dalam menghadapi lingkungan yang terus berubah dan
berkembang. Sekolah mempersiapkan anak agar bisa beradaptasi dengan
perkembangan dan perubahan jaman, sehingga bekal tersebut menjadi modalnya
dalam menempuh masa depan.
Daftar Pustaka
-
Baharuddin
dan Moh. Makin. 2009. Pendidikan
Humanistik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
-
Dewantara, Karya Ki Hadjar. 1977. Bagian
Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
-
Musthafa, Asy-Syaikh Fuhaim. 2004. Manhaj Pendidikan Anak Muslim. Penerj.
Abdillah Obid dan Yessi HM. Basyaruddin dari buku Manhajuth-Thiflil Muslim.
Jakarta: Mustaqim.
-
Sanaky,
Hujair Ah.
2003. Paradigma Pendidikan Islam (membangun masyarakat madani indonesia). Yogyakarta : Safiria Inssania Press bekerjasama dengan Magister Study
Islam Universitas Islam Indonesia (MSI-UII).
-
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
-
Partowisastro, Koestoer. 1982. Dinamika
Psikologi Sosia. Jakarta: Erlangga.
[1]
Karya Ki Hadjar Dewantara, Bagian Pertama:
Pendidikan, Cet. II, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa,
1977), hal. 14.
[2]
Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi Sosial, Cet. I, (Jakarta: Erlangga, 1983), hal.
65.
[3]
Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, Penerj.
Abdillah Obid dan Yessi HM. Basyaruddin dari buku Manhajuth-Thiflil Muslim. Cet.
I, (Jakarta: Mustaqim, 2004), hal. 41.
[4]
Hujair Ah Sanaky,
Paradigma Pendidikan Islam (membangun masyarakat madani indonesia), (Yogyakarta : Safiria Inssania Press bekerjasama dengan Magister Study Islam
Universitas Islam Indonesia (MSI-UII), Tahun 2003), hal. 4.
[5]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Cet. XI, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 43-46.
[7]
Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi..., hal. 53.
[9]
Baharuddin dan
Moh. Makin, Pendidikan Humanistik,
Cet. I, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hal.196-199.
[10]
Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan..., hal. 42.
[11]
Koestoer Partowisastro, Dinamika Psikologi..., hal. 73.
[12]
Asy-Syaikh Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan..., hal. 44
Tidak ada komentar:
Posting Komentar