Pages

Senin, 18 Maret 2013


Pendidikan Pembebasan Dalam Konfigurasi Paulo Freire
Oleh ; Jajat Darojat, S.Pd.I.,MSI

Membicarakan pendidikan akan selalu hangat untuk didiskusikan, berbagai lokus serta latar belakang kehidupan yang berbeda-beda membuat pendidikan tidak menemukan titik finis dalam perkembangannya. Alasan paling mendekati adalah adanya perkembangan serta peradaban manusia yang selalu berkembang, walaupun pada dasarnya perkembangan manusia tersebut tidak terlepas dari proses pendidikan yang dijalani oleh manusia. Oleh karena itu, dua elemen penting yang menjadi fundamen dalam proses pendidikan adalah manusia dan realitas dunia. Artinya, elemen yang pertama, yang disebut manusia adalah sebagai subyek yang sadar (cognitive), sementara elemen yang kedua merupakan obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis inilah yang terdapat pada proses pendidikan. Oleh karena itu, melalui sistem pendidikan yang menentukan serta membentuk “karakter”, cara pandang manusia terhadap dunia dan lingkungannya. Maka hal tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut;
 


                                                         Sistem pendidikan



Sistem pendidikan yang disebut Paulo Freire dengan istilah “pendidikan gaya Bank” (Banking concept of education) adalah salah satu pendidikan yang pernah diterapkan di Brazil. Dalam konstelasi pendidikan gaya Bank ini, Freire menjelaskan adanya praktek pendidikan yang dogmatis karena
tidak terjadinya ruang dialog dan partisipasi dari peserta didik (dehumanisasi) sebagai subyek dari proses pendidikan. Pendidikan gaya Bank ini tidak ubahnya seperti “mesin raksasa”, yang menciptakan manusia-manusia yang siap pakai, yang menumpulkan daya pikir kritis manusia terhadap dirinya dan lingkungan. Paulo Freire memberanikan diri untuk mengkritisi sistem pendidikan yang pernah ada pada saat itu. Melalui fenomena ini Freire menjawab fenomena tersebut dengan konsep “Pendidikan Pembebasan”, lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dalam proses pendidikan harus bertujuan memanusiakan manusia. Artinya, pendidikan yang dimaksud mempunyai tujuan proses humanisasi dan proses hominisasi dalam sistem pendidikannya sehingga dalam proses pendidikan bersifat Dialogis-Partisipatoris. Maka, dalam skema tergambar sebagai berikut;
 





                                                            Proses pendidikan
 




Dari skema tersebut, Freire memposisikan peserta didik dan pendidik sebagai subyek dari proses pendidikan, kemudian realitas yang menjadi obyek pendidikan, dan pendidik sendiri diposisikan sebagai evaluator, motivator, pasilitator, inspirator, dst. Sehingga proses pendidikan yang bernuansa dialogis-partisipatoris adalah terjadinya hubungan komunikasi-interkomunikasi antar keduanya untuk membahas realitas dan dirinya sebagai perubah kondisi. Hal ini dimaksudkan untuk menularkan sikap kritis manusia yang menjalani proses pendidikan sehingga ia sadar akan diri dan lingkungannya. Kemudian disamping bernuansa dialog juga terdapat partisipasi dalam proses perubahan realitas, sebagai tindakan (action) dari proses pendidikan. Artinya, dalam proses perubahan dan memperbaharui realitas perlu pelibatan dari peserta didik. Alhasil, dalam proses pendidikan yang bernuansa dialogis-partisipatoris adalah hubungan horisontal yang dibangun antara peserta didik dan pendidik. Karena menurut Freire, hubungan yang antidialog adalah hubungan yang anti empati sehingga tidak adanya penumbuhkan sikap kritis atau disebut dengan kesadaran kritis.
Dalam konfigurasi pemikiran Paulo Freire mengenai pendidikan pembebasan adalah bagian dari agenda kemanusiaan, maka dalam konteks ini Freire memposisikan pendidikan sebagai pembedah terhadap carut marutnya kehidupan yang dihadapi manusia. Tatkala membicarakan kemanusiaan, maka disitu terdapat misi-misi kemanusiaan untuk melahirkan suatu tatanan kehidupan yang baru, kehidupan yang mengarah pada konstruksi-positif, menuju keterbukaan cakrawala manusia dari kungkungan neo-kolonialisme. Dari pendidikan pembebasan ini, Freire mengelompokan tiga kesadaran manusia yang diciptakan dari hasil proses pendidikan, hal itu diantaranya adalah;
1.      Kesadaran Magis (magical consciousness)
Yakni tingkat kesadaran yang tidak mampu mengetahui kaitan antara satu faktor dan faktor lainnya. Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun supra natural) sebagai penyebab dan ketidak berdayaan. Proses yang menggunakan logika ini tidak memberikan kemampuan analisis, kaitan antara sistem dan struktur terhadap suatu permasalahan masyarakat.
2.      Kesadaran Naif (naival consciousness)
Kesadaran yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat ‘aspek manusia’ menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini masalah etika kreativitas, need for achievment dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Pendidikan dalam konteks ini juga tidak mempertanyakan sistem dan struktur, bahkan sistem dan struktur yang ada adalah baik dan benar, merupakan faktor given dan oleh sebab itu tidak perlu dipertanyakan. Tugas pendidikan adalah bagaimana membuat dan mengarahkan agar peserta didik bisa masuk dan beradaptasi dengan sistem yang sudah benar tersebut.
3.      Kesadaran Kritis (critical consciousness)
Kesadaran ini lebih melihat aspek sistem dan struktur sebagai sumber masalah. Pendekatan struktur menghindari ‘blaming the victims’ dan lebih menganalisis untuk secara kritis menyadari struktur dan sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya serta akibat pada keadaan masyarakat. Paradigma kritis dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis bagaimana sistem dan struktur itu bekerja, serta bagaimana menstransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar peserta pendidikan terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.
Freire menjelaskan bahwa, pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan penjinakan sosial-budaya dan pendidikan pembebasan bukan untuk penguasaan atau dominasi. Pendidikan yang memanusiakan manusia juga dapat dijelaskan sebagai pendidikan yang tidak menjauhkan atau memisahkan manusia dengan kehidupannya sehingga ia layaknya “menara gading” yang jauh dari realitas atau lingkungan. Dari hasil pembahasan singkat di atas, maka dapat ditarik asumsi dasar dari pendidikan pembebasan yang digagas oleh Paulo Freire tersebut adalah sebagai berikut;
1.      Pendidikan yang memerdekakan manusia dari segala kepentingan individu/ kelompok tertentu (memanusiakan manusia)
2.      Pendidikan yang berwawasan paradigma kritis
3.      Pendidikan yang anti rasisme, etnisisme, klasisme
4.      Pendidikan yang berwatak egalitarianisme
5.      Pendidikan yang bernuansa dialogis-partisipatoris
6.      Pendidikan yang tanpa henti (long life education).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar