Pages

Jumat, 22 Maret 2013


Multikulturalisme Dalam Agama-agama
Oleh Jajat Darojat

Manusia dan realias merupakan kedua hal yang tidak mungkin dipisahkan. Karena sebagai mahluk yang mampunyai akal, manusia mempunyai alasan untuk berfikir mengenai hakikat keberadaan dan dunianya secara universal. Sejarah peradaban manusia telah menunjukan bahwa manusia memiliki pengaruh terhadap dunia dan dirinya. Oleh karena itu, peradaban manusia selalu berkembang seiring berjalannya waktu.
Berfikir mengenai keadaan dunia dan dirinya lah yang memunculkan sebuah keyakinan akan adanya suatu penciptaan, atau yang kita sebut sebagai agama. Realitasnya, agama selalu dipandang sebagai
sarana untuk mendekatkan diri pada sang pencipta. Manusia yang mempanyai keyakinan (beragama) akan beranggapan bahwa dunia dan dirinya merupakan hasil dari ciptaan Tuhan. Dengan agama manusia bisa mendapatkan tempat peraduannya ketika didalam dunianya tidak mendapatkannya sehingga agama menjadi obat penenang bagi jiwa manusia. Agama menjadi tempat pelabuhan terakhir ketika manusia sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Maka dapat kita sepakati bahwa agama tersebut berada pada setiap diri manusia, yang kemudian disebut dengan tiga unsure utama yaitu ada (Being), makna (meaning), kebenaran  (truth).
Dalam agama, ada sesuatu yang disakralkan (cecred) atau yang disucikan (kudus). Dalam sebuah kepercayaan, kitab suci merupakan perintah-perintah atau petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Namun, bentuk tulisan (kitab suci) tersebut masih perlu diterjemahkan kedalam fikiran manusia sehingga persepsi mengenai petunjuk-petunjuk tersebut sesuai dengan keinginan Tuhan-nya. Hal inilah yang berdampak pada perbedaan dalam pelaksanaan agama, sehingga dalam satu kepercayaan mempunyai persepsi masing-masing terhadap agama-nya.
Kenyataannya, persepsi mengenai agama itu menjalar keluar dari lingkungan kepercayaan atau keyakinannya. Bahkan tidak jarang persepsi itu dipaksakan untuk mereka yang berbeda keyakinan. Anggapan mengenai golongan, atau agama-nya yang paling benar (truth claim) akan terjadi, jika mereka menganggap bahwa kelompok mereka yang menjadi juru bicara Tuhan, menjadi golongannya yang ditunjuk sebagai utusan Tuhan sehinga diluar mereka berhak untuk disakiti, didiskriminasikan, dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar