Bukannya tidak mungkin negara
Indonesia dikatakan sebagai salah satu negara yang pluralitasnya cukup tinggi.
Keragaman yang dimiliki oleh masyarakat tersebut memaksakan negara Indonesia
untuk dikatakan sebagai negara yang multikulutur, sehingga heterogenitas yang
disandang oleh masyarakatnya menjadi momok terbesar dalam menghadapi konflik
sosial (social conflik) yang bernuansa SARA. Karena dengan keragaman
etnis, budaya, agama, bahasa yang dimilki oleh masyarakat tersebut mempunyai
implikasi akan terjadinya berbagai konflik, baik konflik vertikal maupun horisontal.
Jelas sudah berdasarkan
pemaparan tersebut, bahwa dibutuhkan suatu solusi dalam pemecahan persoalan
tersebut. Dan dalam solusi yang ditawarkan adalah melalui jalur pendidikan
multikultural. Namun menurut Ruslan Ibrahim, pendidikan multikultural juga
bukan jalan satu-satunya untuk meminimalisir konflik (social conflik),
akan tetapi pendidikan multikultural harus menggandeng model-model lain agar
mencapai tujuan bersama, dan dalam hal ini salah satunya adalah model dialogical
concensus. Akan tetapi ia
juga mengatakan bahwa pendidikan multikultural merupakan jalan yang paling
efektif dibanding dengan model-model lain. Seperti dalam pandangannya M. Amin
Abdullah, untuk melahirkan kehidupan yang harmonis, toleran menghargai
perbedaan di dalam masyarakat, maka pendidikan multikultural dibutuhkan dialogical
consensus, dimana didalamnya mencakup tiga aspek penting yang itu adalah
negosiasi, kompromi, dan konsesus.
Seperti yang sudah dijelaskan
diawal tadi, walapun pendidikan multikultural bukan jalan satu-satunya, akan
tetapi dengan melalui jalan pendidikan multikultural, nilai-nilai
keragaman-keharmonisan didalam masyarakat dapat di internalisasikan (understanding
culture, Kennedy). Oleh karena itu untuk meminimalisir konflik tersebut
maka dibutuhkan internalisasi nilai-nilai kesetaraan (equality) dalam dunia
pendidikan, sehingga peserta didik bukan hanya menjadi penonton atau suporter
dalam masalah-masalah sosialnya, akan tetapi ia berperan sebagai pemecah
masalah sosial yang dihadapinya (problem solving).
Memaknai Pendidikan, merupakan
suatu proses hominisasi dan humanisi dari peserta didik (manusia), oleh karena
itulah pendidikan dikatakan sebagai proses penyadaran manusia. Dalam pendidikan
sebenarnya bukan hanya menciptakan manusia yang cerdas secara akademik atau
memiliki intelegensi yang tinggi, akan tetapi pendidikan menciptakan manusia yang
dapat berperan penuh terhadap pembentukan kecerdasan sosial, mempunyai moral
yang tinggi, beradab dan lain sebagainya, yang mana hal ini pendidikan disebut
sebagai (education and civilized human being).
Meminjam perkataanya H.A.R
Tilaar dikatakan bahwa masalah utama yang terkait dengan pendidikan
multikultural adalah keadilan sosial, demokrasi, dan hak asasi manusia. Oleh
karena itu menurut hemat penulis, inilah kemudian menjadi tantangan
multikulturalisme. Maka dibutuhkannya suatu solusi dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat multikultur, sehingga tidak
adanya disintegrasi dalam masyarakat tersebut.
Di era transformasi dan
reformasi budaya, menjadi tantangan masyarakat Indonesia yang selanjutnya
adalah dalam menghadapi tantangan globalisasi. Masalahnya adalah bagaimana
masyarakat kita agar tidak tercerabut dari budayanya sendiri, dengan memasuki
dunia global. Karena jika tidak memasuki dunia global, maka masyarakat akan
keitinggalan perkembangan jaman, baik secara tekhnologi maupun informasi. Oleh
karena itu dalam konteks masalah ini, menurut penulis juga dibutuhkan solusi
yang kedua dalam tantangan pendidikan nasional dalam era globalisasi.
Dari beberapa masalah yang
disajikan di atas merupakan kajian terkecil dari problem sosial yang dihadapi
oleh kita sebagai bagian dari dunia akademis (akademisi). Siapa lagi yang akan memperhatikan negeri kita
kalau bukan diri kita sendiri. Maka dari itu, dengan melakukan seminar, kajian
ilmiyah atau diskusi-diskusi kecil seperti ini merupakan salah satu dari upaya
kita dalam memperhatikan negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar