Pages

Jumat, 08 Juni 2012

AGAMA ATAU IDEOLOGI


Truth claim adalah sebuah paham kebenaran yang berdasarkan pada tekstualitas pada suatu ajaran tertentu. Pehaman ini bermuara pada kebenaran akan ideology yang dianutnya. Mereka memahami bahwa hanya golongan mereka lah yang benar (masuk surga), sedangkan golongan yang lain yang bertentangan dengan mereka salah (masuk neraka) oleh karena itu mereka yang mempunyai pemahaman seperti ini (truth Claim) melakukan apapun termasuk melanggar hak orang lain adalah sah-sah saja. Karena dalam pemahaman ini memahami jihad adalah berperang. Kecenderungan pada golongan ini berperang dijalan Allah dengan cara berperang atau pada saat ini dengan melakukan teror BOM, dan bagi mereka melakukan hal ini akan masuk surga karena berjuang dijalan Allah (jihad). Pertanyaannya kemudian adalah kenapa hal ini disebut ideology bukan ajaran agama.?

RESTORASI PENDIDIKAN NASIONAL (Dari Pendidikan Konservatif Menuju Pendidikan Progresif)


A.    Pendahuluan
Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam struktur sosial karena pendidikan merupakan jalan yang cukup strategis dalam menanamkan nilai-nilai struktural kerakyatan. Melalui pendidikan, manusia bisa menyadari potensi yang ada pada dirinya. Oleh karena itu, banyak para tokoh pendidikan menyadari bahwa pendidikan merupakan proses hominisasi dan proses humanisasi. Dalam definisi Ki Hajar Dewantara, ia mengartikan pendidikan sebagai proses penyadaran diri manusia. Sehingga ia mendefinisikan bahwa pendidikan bukan hanya menciptakan manusia-manusia yang cerdas secara akademik, akan tetapi mendidik berarti membimbing manusia pada budi pekerti yang positif sehingga menjadi masyarakat yang beradab dan bersusila.
Hal yang sama dikenalkan oleh Paulo Freire mengenai pendidikan, konsep pendidikan sebagai pembebasan adalah bagian dari definisi pendidikan sebagai praktek memanusiakan manusia. Ia mendasarkan praktiknya tersebut pada ide-ide teori yang lebih dialogis-partisipatoris dalam proses pendidikannya. Sehingga pada dataran implemantasinya, guru diposisikan sebagai fasilitator, motivator, mediator, korektor, inspirator, pembimbing, organisator, evaluator, informator, pengelola kelas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, jika melihat kembali definisi-definisi dari teori yang dikemukakan oleh Paulo Freire tersebut, maka anak didik sendiri diposisikan sebagai subyek dari pendidikan.

Pendidikan Pluralis-Multikultural dalam Wacana Keindonesiaan


Bukannya tidak mungkin negara Indonesia dikatakan sebagai salah satu negara yang pluralitasnya cukup tinggi. Keragaman yang dimiliki oleh masyarakat tersebut memaksakan negara Indonesia untuk dikatakan sebagai negara yang multikulutur, sehingga heterogenitas yang disandang oleh masyarakatnya menjadi momok terbesar dalam menghadapi konflik sosial (social conflik) yang bernuansa SARA. Karena dengan keragaman etnis, budaya, agama, bahasa yang dimilki oleh masyarakat tersebut mempunyai implikasi akan terjadinya berbagai konflik, baik konflik vertikal maupun horisontal.
Jelas sudah berdasarkan pemaparan tersebut, bahwa dibutuhkan suatu solusi dalam pemecahan persoalan tersebut. Dan dalam solusi yang ditawarkan adalah melalui jalur pendidikan multikultural. Namun menurut Ruslan Ibrahim, pendidikan multikultural juga bukan jalan satu-satunya untuk meminimalisir konflik (social conflik), akan tetapi pendidikan multikultural harus menggandeng model-model lain agar mencapai tujuan bersama, dan dalam hal ini salah satunya adalah model dialogical concensus. Akan tetapi ia juga mengatakan bahwa pendidikan multikultural merupakan jalan yang paling efektif dibanding dengan model-model lain. Seperti dalam pandangannya M. Amin Abdullah, untuk melahirkan kehidupan yang harmonis, toleran menghargai perbedaan di dalam masyarakat, maka pendidikan multikultural dibutuhkan dialogical consensus, dimana didalamnya mencakup tiga aspek penting yang itu adalah negosiasi, kompromi, dan konsesus.

Masyarakat Pluralis-Multikultural (tradisi Barter dan Perburuan Ikan Paus secara kolektif di Larmalera, NTT)

Keberagaman budaya yang terdapat pada kelompok masyarakat menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa. Salah satunya sistem barter yang mash di anut oleh kelompok masyarakat Larmalera, NTT, telah menunjukan kearifan lokal tentang nilai-nilai gotong royong, bahu membahu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat satu sama lain. Salah satu nilai positf yang bisa dambil dari tradisi budaya tersebut adalah terkandug nilai kolektifitas masyarakat yang tidak membedakan antara kelmpok masyarakat petani dan nelayan. Disinilah potret kecil dari masyrakat pluralis-multikultural yang menjadikan budaya sebagai gerak (move) serta produktiftas masyarakat yang bersusila. Fakta lain dari masyarakat multikultural yang berada di Larmalera, NTT adalah tradisi memburu ikan paus yang dilakukan oleh nelayan secara kolektif yang kemudian membagi hasil perburuan tanpa membeda-bedakan jatah atau hasil bruan. Tradisi tersebut merupakan tradisi nenek moyang mereka yang diturunkan secara turun temurun hingga kini.